Perkawinan Anak di Kaltim di Atas 1.000 Kasus Dua Tahun Terakhir

02 Maret 2022 09:00

GenPI.co Kaltim - Angka perkawinan anak di Kalimantan Timur mencapai angka di atas 1.000 dalam dua tahun terakhir.

Data dari Pengadilan Agama Kaltim, pada 2018 sebanyak 953 anak, tahun 2019 sebanyak 845 anak dan tahun 2020 meningkat kembali sebanyak 1.159 anak.

kemudian angkanya menurun pada tahun 2021 sebanyak 1.089 anak atau turun 70 dari angka tahun sebelumnya.

BACA JUGA:  Update Covid-19 Kaltim: Angka Sembuh Meroket, Kasus Baru Menurun

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita data perkawinan anak di Kaltim menunjukkan angka yang fluktuatif.

“Meski demikian, jauh sebelum pandemi, perkawinan anak memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia,” kata Noryani, Selasa (01/03/2022).

BACA JUGA:  Imbas Pandemi Covid-19, Angka Kekurangan Gizi di Kaltim Naik

Soraya menambahkan, perkawinan anak di Indonesia tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang tertanam di masyarakat sejak lama.

Jadi ada nilai di masyarakat yang mendukung atau menormalisasi perkawinan anak.

BACA JUGA:  Pemindahan IKN Sudah di Depan Mata, Ini Pesan Gubernur Kaltim

Misalnya, perspektif agama yang berpandangan bahwa menikah adalah cara untuk mencegah terjadinya perbuatan zina.

Selain itu, perspektif keluarga yang berpandangan bahwa perkawinan anak sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun.

Sehingga tidak menjadi masalah jika hal serupa tetap dilakukan dan perspektif komunitas yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi.

"Pandangan-pandangan ini menjadikan perkawinan anak direstui dan difasilitasi oleh orangtua, keluarga dan masyarakat,” ujarnya.

Dia mengatakan pemerintah telah berupaya untuk mencegah perkawinan anak terjadi, diantaranya mengubah batas usia minimal untuk perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Perkawinan anak ujarnya, telah menjadi prioritas kebijakan pembangunan nasional di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020 - 2024).

Selanjutnya dalam Sustainable Development Goals (SDGs), pencegahan perkawinan anak masuk ke dalam tujuan kelima mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Kemudian, dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), pemerintah secara spesifik menargetkan penurunan angka perkawinan usia anak dari 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024.

Selanjuitnya 6,9 persen pada tahun 2030.

Soraya melanjutkan, dalam perlindungan anak, selain upaya kuratif juga diperlukan upaya preventif dan promotif agar meminimalisir terjadinya kasus perkawinan anak.

Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan yang berperan dalam mengasuh, mendidik dan membentuk karakter anak.

Pengasuhan anak oleh orang tua merupakan salah satu kunci penting dalam sebuah keluarga yang akan menentukan baik buruknya karakter seorang anak kelak.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Imam Rosidin

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co KALTIM