GenPI.co Kaltim - Hukum menikah dengan saudara tiri, simak baik-baik penjelasan para ulama berikut ini.
Syekh Sulaiman bin Muhammad dalam al-Bujairimî dan Imam Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Raudlatuth Thâlibîn memberikan penjelasan yang sama mengenai status pernikahan dengan saudara tiri.
Para ulama menggolongkan saudara tiri bukan bukan mahram dan termasuk orang lain atau ajnabiyyah.
Artinya, para ulama memperbolehkan menikah dengan saudara tiri. Karena hubungan tiri hanya terbatas pada anak tiri kepada ibunya tiri atau sebaliknya.
وَعُلِمَ مِمَّا ذُكِرَ أَنَّهَا لَا تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ الْأُمِّ وَلَا أُمُّهُ وَلَا بِنْتُ زَوْجِ الْبِنْتِ وَلَا أُمُّهُ وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الْأَبِ وَلَا بِنْتُهَا وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الِابْنِ وَلَا بِنْتُهَا وَلَا زَوْجَةُ الرَّبِيبِ، لِخُرُوجِهِنَّ عَنْ الْمَذْكُورَاتِ
Artinya: "Dan telah diketahui dari uraian tentang hubungan pernikahan tersebut, sesungguhnya tidak haram (laki-laki) menikahi saudari tiri ayah, nenek dari ayah tiri, menikahi cucu tiri dari menantu laki-laki, besan dari menantu laki-laki, nenek dari ibu tiri, saudari tiri dari ibu, besan dari menantu perempuan, cucu tiri dari menantu perempuan dan menantu tiri. Karena mereka keluar dari mahram-mahram yang disebut dalam Al-Quran." (Syekh Sulaiman bin Muhammad, al Bujairimî ala al-Khâtib, Dârul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, cetakan 1, 1996, juz 4, halaman 174).
Bersentuhan kulit atau bersalaman dengan saudara tiri ini berarti haram atau membatalkan wudu. (NU Online)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News