Angka Kasus Perkawinan Anak di kaltim Mengkhawatirkan

09 Mei 2022 06:00

GenPI.co Kaltim - Angka kasus perkawinan anak di Kalimantan Timur masih tinggi. Meski mengalami penurunan, namun pada tahun 2021 angkanya mencapai 1.089 kasus.

Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan  tahun 2020 yang mencapai 1.159 kasus.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita menjelaskan perkawinan usia anak harus diturunkan.

BACA JUGA:  Masuk Tim Transisi IKN, Apa yang Dilakukan Gubernur Kaltim?

Hal itu karena dampaknya sangat kompleks bagi yang bersangkutan termasuk anak yang akan dilahirkan.

"Secara fisik pasti ada perubahan yang bisa menyebabkan penyakit kanker dan penyakit lainnya karena perkawinan masih usia anak," katanya dikutip dari Instagram Pemprov Kaltim, Minggu (08/05/2022).

BACA JUGA:  Belum Ditemukan Hepatitis Akut di Kaltim, Warga Diajak Berdoa

Selain secara fisik, kata dia, secara mental juga akan menarik diri dari lingkungannya, dikarenakan di usia anak sudah mempunyai keturunan (anak).

"Kesiapan mental dan fisik, baik laki-laki maupun perempuan yang melangsungkan pernikahan usia dini juga mempengaruhi masalah kedepannya. Kesiapan mereka menjadi suami, istri, bahkan orang tua yang rapuh disebut membuat keluarga ini rapuh," kata doa.

BACA JUGA:  Update Covid-19, Ada Kabar Baik dari Kaltim?

Perkawinan usia anak juga memicu stunting (anak kekurangan gizi) dan sebagainya.

Pertama memang asupan gizi, tetapi secara fisiknya belum siap karena rahim asupannya gizinya tidak langsung ke bayinya.

Soraya menambahkan penyebab utama perkawinan usia anak adalah masalah ekonomi. Selain itu, budaya kultur masih adanya perjodohan, kemudian pergaulan bebas.

"Dampak lain perkawinan usia anak memicu perceraian, karena secara fisik maupun mental memang belum siap, sehingga sering terjadi perselisihan dan sebagainya," ujarnya.

Selain itu, pernikahan usia anak juga salah satu penyumbang kematian ibu dan bayi. Ini karena perkawinan usia muda yang menyebabkan rahim masih belum siap.

"Apalagi ditambah sosial ekonomi dan psikologi dari para ibu,” tandasnya.

Di samping pemerintah dengan program-programnya, masyarakat dan orang tua juga berperan jangan sampai pernikahan dini ini terjadi.

Peran semua pihak harus diwujudkan untuk menciptakan ekosistem mencegah pernikahan usia dini.'

"Harus ada partisipasi dari masyarakat dan orang tua, utamanya, untuk membimbing anaknya sendiri agar tidak terjerumus bahkan melakukan pernikahan usia dini secara terpaksa," pesan Soraya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Imam Rosidin

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co KALTIM