Stunting di Kabupaten Paser Turun 5 Tahun Terakhir, Berapa Angka?

17 Maret 2022 11:00

GenPI.co Kaltim - Sebanyak 14 persen dari 34 ribu anak di Kabupaten Paser mengalami stunting atau gizi kronis.

Angka tersebut jauh menurun dibandingkan dengan tahun 2017 lalu yang angkanya mencapai 31,8 persen dari 34 ribu anak.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol mengatakan angka ini mengalami penurunan selama lima tahun terakhir.

BACA JUGA:  Berita IKN Nusantara Terkini, Ini Harapan Kaltim untuk Perempuan

"Kasus stunting di Kabupaten Paser mengalami penurunan sejak tahun 2017," kata Amir Faisol di Tanah Grogot, Rabu (16/03/2022).

Menurutnya kasus di berbagai daerah bergantung situasi prevalensi (kejadian),  masih ada yang cukup tinggi, sedang, dan rendah.

BACA JUGA:  Kasus Stunting di Kaltim Diharapkan Turun Pada Tahun 2022

Namun DP2KBP3A Paser terus berupaya menekan kasus stunting.

Adapun upaya Pemerintah Kabupaten Paser menekan kasus stunting, dengan membentuk 159 tim pendamping terpadu di setiap desa.

BACA JUGA:  Kasus Stunting di Kaltim Turun 28,09 Persen, Apa Strateginya?

Hal ini untuk mencegah atau mendeteksi perkembangan anak agar tidak kekurangan gizi.

Dari 159 tim tersebut, setiap tim terdiri dari 3 orang di masing-masing desa.

Jadi jumlah pendamping  dari 139 desa ditambah 5 kelurahan sehingga jumlahnya sebanyak 576 orang pendamping.

"Tim pendamping terdiri dari bidan desa, sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana (PPKB), dan PKK Desa," katanya.

Amir menjelaskan tim yang ditunjuk Kepala Desa itu sudah dibentuk, dan selanjutnya akan diberikan pembinaan teknis.

Tugas tim adalah melakukan kunjungan rumah dengan memberikan edukasi dan penyuluhan terhadap calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, dan ibu yang anaknya di bawah dua tahun tentang pencegahan stunting.

Sementara Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Paser dr. Ahmad Hadiwijaya meminta agar penanganan stunting dilakukan lintas sektor bukan hanya tugas dokter, tenaga kesehatan, ataupun Dinas Kesehatan.

"Penanganan stunting perlu melibatkan lintas sektor meski tetap tenaga kesehatan sebagai leading sektor," kata Hadiwijaya.

Stunting, kata Hadiwijaya, dapat ditangani dengan mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih, pemberian asupan gizi cukup, perbaikan pola asuh.

Selain itu masyarakat juga harus dipastikan menerima pelayanan kesehatan dan pelayanan air minum dan sanitasi yang baik.

Dia tidak menampik kasus stunting kebanyakan dari masyarakat yang berada di tingkat ekonomi rendah atau kategori masyarakat miskin.

"Namun semua itu bisa diatasi dengan pemberian edukasi yang tepat oleh tenaga kesehatan di tingkat paling bawah yang dekat dengan masyarakat," ujarnya.(Ant)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Imam Rosidin

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co KALTIM