Petani di Kaltim Gelisah, Sawit Tak Laku dan Dibiarkan Rusak

Petani di Kaltim Gelisah, Sawit Tak Laku dan Dibiarkan Rusak - GenPI.co KALTIM
Tandan kelapa sawit, salah satu hasil perkebunan di Kaltim. Foto: ANTARA.

Sebelum adanya penghentian pembelian sawit oleh para pengepul, harga beli tandan buah segar (TBS) turun drastis menjadi sekitar Rp 1.800 per kg.

Padahal sebelum adanya kabar larangan ekspor sawit itu, harga TBS mencapai Rp 2.900 di tingkat pengepul di desa-desa.

Seorang pengepul sawit di Marangkayu, Hary Setiawan mengatakan mereka tidak bisa membeli sawit karena tidak ada juga pengusaha yang mau membeli sejak adanya larangan ekspor tersebut.

BACA JUGA:  Libur Lebaran, Banyak Warga Kaltim Kunjungi Titik Nol IKN

"Biasa saya kirim ke Muara Badak. Tapi sekarang mereka tidak terima barang. Tentu saya tidak  mau ambil risiko. Kalau tidak terjual sawit akan rusak. Beda dengan karet," kata Hary.

Dia juga berharap kran ekspor kembali dibuka oleh pemerintah agar eksportir sawit bisa mengirim sawit lagi ke luar negeri dan mereka bisa mengais untung dari hasil perkebunan sawit tersebut.

BACA JUGA:  Sudah Saatnya Kaltim Tidak Hanya Ekspor Bahan Baku

Sementara sejumlah pengamat ekonomi nasional juga memprediksi kebijakan larangan ekspor ini tidak akan bertahan lama, sebab lambat laun kebijakan ekstrem ini juga akan berdampak kurang baik terhadap perekonomian nasional.

Salah satunya hilangnya mata pencaharian jutaan pekerja yang bergelut di sektor kelapa sawit ini.

BACA JUGA:  Hepatitis Misterius Ditemukan di Jakarta, Bagaimana Kaltim?

Kebijakan pemerintah larangan untuk ekspor CPO, minyak goreng, RBD (refined, bleached, and deodorised) palm oil, dan RBD palm olein sejak 28 April 2022 dampaknya mulai dirasakan petani sawit di Kaltim.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya