Burung Rangkong di Kaltim Terancam Punah, Ini Penyebabnya

Burung Rangkong di Kaltim Terancam Punah, Ini Penyebabnya - GenPI.co KALTIM
Tri Atmoko, Peneliti Satwa pada Balai Penerapan Standar Instrumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Foto: Antara

GenPI.co Kaltim - Burung Rangkong atau Burung Enggang di Kaimantan Timur (Kaltim) saat ini terancam punah akibat perburuan liar.

Hal tersebut diungkapkan oleh Peneliti Satwa pada Balai Penerapan Standar Instrumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tri Atmoko

Dia menjelaskan Burung Rangkong di Indonesia total ada 13 spesies, dan 8 spesies di antaranya ada di Pulau Kalimantan.

Dari delapan spesies ini, satu di antaranya adalah enggang gading yang saat ini sangat sulit terlihat meski di hutan perawan.

Menurtnya semakin sulit ditemuinya burung ini akibat dari banyaknya perburuan burung tersebut yang paruhnya diperdagangkan secara ilegal.

Dia mengatakan pelaku perburuan burung paruh besar ini sudah banyak yang tertangkap petugas.

BACA JUGA:  Belum Ada Laporan Warga Kaltim yang Terjebak di Ukraina

"Bahkan ada ribuan cula enggang gading yang disita. Saya juga minta warga menghentikan perburuan karena enggang termasuk burung sakral bagi warga Kalimantan," ujar Tri dikutip Antara, Sabtu (26/02/2022).

Untuk itu, dia meminta aparat tegas menindak pelaku perburuan satwa liar yang dilindungi undang-undang untuk menjaga satwa tidak punah.


“Karena ada beberapa satwa di alam liar endemik Kalimantan yang sekarang sangat langka atau mendekati kepunahan, salah satunya adalah burung enggang,” kata dia.

Penindakan tegas menurutnya untuk mencipta efek jera bagi lainnya, sehingga diharapkan tidak ada lagi orang yang melakukan perburuan terhadap satwa di alam liar, baik itu orang utan, bekantan, dan berbagai jenis burung.

Pemerintah, katanya, dalam upaya menekan angka perburuan satwa dilindungi di Indonesia, telah mengeluarkan aturan berupa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Aturan lainnya adalah dari kementerian terkait, yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P106 tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Liar.

Untuk menjerat pelaku perdagangan satwa liar yang dilindungi, diatur di Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5 /1990 yang masing ayat tersebut saling berkaitan.

Pada Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b disebutkan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maupun mati.

Kemudian pada Pasal 40 ayat (2) disebutkan, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

"Kalau banyak pelaku pelanggar hukum mendapat sanksi maksimal, tentu dampaknya banyak pelaku yang jera sehingga satwa dilindungi tidak terancam punah seperti sekarang, contoh Burung Rangkong atau Burung Enggang," katanya.(Ant)

BACA JUGA:  Kasus Baru Covid-19 di Kaltim Konsisten di Atas 2 Ribu Orang

Simak video menarik berikut:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya